Salam sejahtera pembaca sekalian.
Kembali lagi bersama gue, Alfinsa EP, di kesempatan yang lain. Kali ini, gue
pengen cerita sedikit tentang pengalaman gue persiapin tes PTN di tahun kedua.
Cerita ini dibuat untuk memenuhi janji gue ke temen-temen seperjuangan serta
adek kelas yang dari bulan kapan udah nagih suruh bikin cerita tentang
pengalaman bersemedi setahun (baca: gap
year).
Tahun 2016 adalah tahun yang nggak pernah gue
lupain gitu aja. Tahun tersebut adalah tahun pertama gue ikut tes SBMPTN; tes
yang katanya angker di kuping siswa-siswa SMA karena susahnya soal dan ketatnya
persaingan. Karena kurangnya persiapan, hasilnya bisa ditebak bahwa gue gak lolos di tahun pertama. Pilihan jurusan SBMPTN saat itu adalah Manajemen UI, Manajemen Unpad, dan Manajemen
UGM. Skills gak memadai tapi
milih jurusan yang terkenal high-grade
di kancah per-SBMPTN-an, what a nice try
dude. Selain itu, gue juga gak ikut UM-UM mana pun saat itu.
Untuk
menebus kegagalan konyol itu, gue berniat untuk SBMPTN lagi di tahun
berikutnya. Dibanding kuliah PTS, gue memilih nganggur (istilah kerennya sih gap year;
penjelasan lanjutan nanti gue jelasin) dan merantau ke Depok sembari ikut
kelas alumni. Belajar konsep setiap bab dari awal lagi, baca buku-buku biar knowledge gue gak sempit, ketemu
temen-temen seperjuangan yang ternyata banyak juga yang nunda dan ambisnya gak
ketulungan, mindmapping ngabisin
hampir setengah rim sampe jadi tumpukan di kosan gue, latihan soal tiap hari
gak bosen-bosen, tryout sekian kali
nyampe nilai gue nyampe juga, hingga akhirnya tanggal itu datang. Tanggal 16
Mei 2017, tanggal ber-SBMPTN, adalah kesempatan kedua yang nggak boleh gue sia-siakan.
Gue pilih panlok Jakarta dan dapet lokasi di UIN Jakarta. Jurusan yang gue
pilih adalah #1 Ilmu Psikologi UI, #2 Ilmu
Politik UI, dan #3 Ilmu Filsafat UI.
Ada alesan kenapa milih ketiga itu di satu kampus, salah satunya adalah biar
gak perlu pindah kosan buat beberapa waktu ke depan (okay, ini alesan gak penting). Saat ber-SBMPTN, gue berhasil jawab
TPA 31 soal, Matdas 8 soal, B. Indo 13 soal, B Ing 8 soal, Sejarah 9 soal,
Geografi 6 soal, Sosiologi 15 soal, dan Ekonomi 12 soal. Jauh lebih mending dibanding tahun sebelumnya. Oh
iya, selain ikut SBMPTN, gue juga ikut UTUL UGM (ujian mandirinya UGM) sebagai cadangan jaga-jaga gak lolos di
SBMPTN. Di UTUL, gue milih jurusan #1
Ilmu Psikologi, #2 Ilmu Filsafat, dan #3
Ilmu Ekonomi. Gue agak lupa ngisi berapa aja karena komposisi soalnya agak
beda dengan SBMPTN.
Finally,
tibalah pengumuman SBMPTN pada tanggal 14 Juni 2017, tanggal yang
ditunggu-tunggu lebih dari 790.000 peserta SBMPTN. Kali ini, gue minta tolong
ke pacar supaya dia yang buka pengumumannya. Bukan bermaksud pengecut, gue
siap-gak-siap buka pengumumannya. Apa pun hasilnya, gue mencoba untuk bisa
terima dan inilah hasilnya.
Dengan lolosnya gue di SBMPTN, gue gak terlalu berharap di UTUL. Emang sih awalnya UTUL adalah cadangan, tapi lolos di UTUL juga gak salah kan? Pada tanggal 21 Juni 2017, gue iseng-iseng aja buka website UTUL.
Awalnya sempet gak nyangka juga. Penolakan
seleksi tahun lalu bisa gue counter
dengan double kill di dua seleksi
itu. Dengan begitu, gue bisa buktiin bahwa gap
year merupakan salah satu jalur yang bisa ditempuh bagi peserta yang belum
lolos tes-tes PTN di tahun pertama. Sangat disayangkan opsi milih jalur gap year ini seringkali dipandang
sebelah mata oleh orang tua, sodara, guru, atau temen-temen dengan alesan gap year gak menjamin lolos di tahun
berikutnya. Berikutnya gue akan ngejabarin bahwa gap year adalah opsi yang layak dipertimbangkan. Here we go...!!
Diitung
dari bulan Juli 2017, dengan asumsi SBMPTN 2018 dilaksanain bulan Mei juga,
berarti masih ada sepuluh bulan untuk belajar. Waktu sepuluh bulan bakal kerasa
sebentar banget dipake belajar, bahkan gue aja kurang hehe. Dalam waktu sepuluh
bulan itu, gue mengategorikan aktivitas gue dalam dua aspek, yaitu persiapan
langsung dan gak langsung. Persiapan langsung adalah persiapan yang secara
teknis bikin siap untuk ujian, sedangkan persiapan gak langsung adalah
persiapan yang bersifat tambahan, tapi mendukung untuk lulus.
Secara
teknis, pastilah ya sepuluh bulan itu dipake belajar untuk tes PTN. Terserah
mau di mana dan gimana belajarnya, tiap orang punya cara masing-masing. Ada
yang milih ikut kelas alumni, belajar sendiri, atau belajar online. Tapi, belajar di sini bukan
berarti belajar sekenanya. Bukan, bukan itu belajar yang gue maksud. Belajar di
sini gue tekankan pada pemahaman di tiap-tiap pelajaran. Poin pertama adalah
belajar untuk menjadi tau. Selalu tanya kenapa dan bagaimana
supaya dapet pemahaman yang komprehensif. Proses bertanya kayak gitu akan numbuhin
critical thinking pada otak sehingga
terbiasa gak langsung terima gitu aja pelajaran yang kita dapet. Lo akan lebih
ngerti dibanding dapet ‘sekenanya aja’. Poin kedua adalah belajar dari dasar.
Ini penting lho, sayangnya sering banget diabaikan. Coba deh kita pikir-pikir
dikit, mungkin gak sih orang yang lagi belajar nyanyi tiba-tiba langsung nyanyi
lagu? Nggak dong. Pasti awalnya belajar dasar dulu, misalnya belajar baca not
balok, belajar bedain suara do-re-mi-fa-so-la-si, latihan pernafasan, dan lain
sebagainya. Setelah bagian-bagian dasarnya dikuasai, barulah beranjak ke tahap
lanjutan. Andaikan kesulitan di tahap lanjutan ini, bukan gak mungkin ada
bagian dasar yang belum dikuasai. Ibarat ngebangun bangunan, kita mulai dari
ngebangun fondasinya dulu sekuat mungkin, nanti dilanjut ngebangun ke atasnya.
Percaya gak percaya, dengan belajar dari dasar, proses belajar jadi lebih
enteng.
Untuk
ningkatin daya tangkep belajar, ada bagusnya bikin ringkasan karya kita
sendiri. Mau bentuknya mindmapping,
tabel, atau apa pun itu terserah. Gak ada aturan baku, asalkan bisa dipahami
minimal oleh diri sendiri. Lebih bagus lagi kombinasiin tulisan dengan
gambar-gambar supaya kita bisa visualisasiin di otak. Ringkasan ini berguna
banget untuk ngukur seberapa banyak yang kita tangkep untuk setiap topik. Semakin
lengkap ringkasan yang kita bikin artinya semakin banyak objek-objek yang kita
tangkap di otak kita. Awalnya, ringkasan yang kita bikin kurang bagus, kurang
rapi, kurang lengkap, dan kekurangan lain. Gak apa-apa, terus improve ringkasan kita karena ringkasan
ini lebih baik dibuat ulang tiap periode tertentu. Lama-lama ringkasan itu bisa
jadi bahan belajar yang enak.
Karena
tes PTN bentuknya ujian tulis pilihan ganda, tentu kita harus sering-sering
latihan soal juga. Soal-soal tes PTN ini bisa dikategorikan jadi dua, yaitu
soal per bab dan soal campuran. Soal per bab adalah soal yang berisikan bab
tertentu doang, misal matematika tentang persamaan kuadrat aja atau sosiologi
tentang struktur sosial aja. Soal per bab biasanya isinya soal-soal dasar dan
harus bisa. Minimal kuasai 90% dari soal per bab tersebut. Soal campuran adalah
soal yang topiknya dicampur-campur. Soal ini udah mulai kompleks karena satu
soal aja isinya bisa dua atau tiga topik yang beda-beda. Soal yang muncul di
tes PTN adalah soal-soal model begini. Therefore,
kita harus kuasain soal dan topik dasarnya dulu. Selain soal-soal tadi,
usahakan ikut tryout (selanjutnya gue
tulis dengan TO). Gak mesti sering-sering, asalkan TO itu bisa ngukur sejauh
mana kemampuan kita ngerjain soal dengan kondisi yang hampir mirip kondisi
sebenernya. Sekedar ilustrasi, TO pertama pelajaran ekonomi bisa jawab delapan
soal. Catet kelemahannya di mana, misal bab penerimaan dan biaya. Pelajari lagi
konsep bab tersebut mulai dari dasar hingga ke bagian lanjutannya. Kerjain soal
spesifik bab itu kemudian soal tipe SBMPTN. Additionally, usahain raih nilai TO setinggi mungkin. Bisa jadi lo dapet 65%,
tapi saingan di luar sana bisa lebih dari 75%. Gak mau dong jatah kursi di
kampus direbut gitu aja? So, jangan
pernah puas dengan hasil TO setinggi apa pun hasilnya.
Oke, segitu dulu coretan kali ini. Semoga coretan di atas bisa jadi bahan pertimbangan dan perenungan untuk pembaca ke depannya. Tapi, bukan berarti langsung ditelen mentah-mentah ya, selalu rencanakan dan pikirkan setiap langkah yang kalian tempuh. Pertanyaan lanjutan bisa kontak lewat ASKfm atau Instagram yak.